Rabu, 26 Februari 2014

TITRASI ARGENTOMETRI

ARGENTOMETRI

I.       TUJUAN
a.    Memahami prinsip analisa volumetri berdasarkan titrasi argentometri dengan metoda Mohr dan Volhard
b.    Menentukan kenormalan larutan klorida dengan metoda Mohr dan Volhard

II.    TEORI
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
    Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
    Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
 Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).

       Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia


Syarat terjadinya reaksi argentometri :
1.         Kesetetimbangannya berkurang dengan cepat
2.        Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan pentiter
3.         Endapan yang terbentuk harus sukar larut
4.         Penentuan titik akhir titrasi harus sesuai
5.         Endapan yang terbentuk stabil
Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan hasil titrasi argentometri :
1.         Temperatur / suhu
2.         Sifat pelarut
3.         Efek ion senama. Umunya dapat memperbesar terbentuknya endapan
4.         pH masing-masing endapan akan stabil pada range pH tertentu
Titrasi pengendapan ini terbatas penggunaannya karena :
1.    Tidak adanya indikator yang sesuai dalam titrasi
2.    Kecepatan reaksi terlalu cepat
3.    Komposisi endapan seringkali tidak diketahui karena adanya pengaruh kompresipitasi (ion-ion yang ikut terendapkan).
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi.
Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1.      Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2.      Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.

Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1.      Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya andapan berwarna  dan titrasi berlangsung dengan AgNO3. Kegunaan metoda ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2- + H2O
Basa  : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
                                   2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Kelemahan Titrasi Mohr :
Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat.

2.      Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Berikut reasksi yang terjadi pada metoda Volhard :
Ag+  + SCN-    →    AgSCN
Fe3+ + SCN-     →    Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral, indikator akan terhidrolisa.
Fe3+ + OH-     →      Fe(OH)3
Fe3+ + H2O     →      Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3.      Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3  hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai.
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.
Pembentukan Endapan Berwarna Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 . 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena H2CrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4-    ↔      2H2CrO4     ↔     Cr2O72- + 2H2O
  Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
       Syarat pH untuk titrasi fajans dengan indikator eosin yaitu : tidak terlalu rendah, karena kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Tapi tidak semua indikator seperti itu. Ada beberapa indikator adsorbsi ”kationik” yaitu bersifat basa lemah sehinggga baik untuk dititrasi dalam suasana asam.
Contoh – contoh indikator Adsorbsi :
o   Ortholoro              : syarat larutan netral pH 0,02 M
o   Eosin                     : syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah
o   Avorestein             : Syarat pH 7 – 8
o   Lembayung metil  : syarat larutan harus asam...

III.  Pembahasan
Percobaan kali ini adalah argentometri dimana digunakan larutan standar perak nitrat (AgNO3) sebagai larutan pentiter sehingga dapat diketahui konsentrasi klorida
        Pada percobaan ini kita menggunakan 2 metoda dalam menentukan kenormalan larutan khlorida yakni dengan menggunakan metoda Mohr dan Metoda Volhard.
        Pada penentuan secara Mohr, penentuan kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan mentitrasi langsung dengan indikator K2CrO4 5 %. Pada titik akhir titrasi diperoleh warna larutan kuning menjadi merah bata. Sedangkan pada metoda volhard, penentuan kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan penambhan AgNO3  terukur dan berlebih pada larutan khlorida sehingga timbul endapan AgCl yang berwarna putih. Kemudian dititrasi kembali (back titration) dengan CNS- dengan menambah Fe3+. Titik akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna kuning merah.
        Pada percobaan ini didapatkan kenormalan larutan khlorida secara Mohr sebesar 0,0055 N dimana volume sampel yang didapatkab sebesar 5,5 mL. Sedangkan volume sebenarnya 5 mL sehingga didapatkan persen kesalahannya 10%.     
        Sedangkan pada metoda volhard, didapatkan kenormalan larutan khlorida 0,00125 N dimana volume yang didapatkan sebanyak 1,25 mL sehingga persen kesalahan yang didapatkan sebesar 75%.
        Perbedaan kesalahan yang lumayan mencolok antara metoda secara Mohr dan metoda secara Volhard ini mungkin disebabkan karena pada metoda volhard terbentuk endapan, penyaringan yang dilakukan tidak sempurna dan masih ada terdapat endapan dalam erlenmeyer. Selain itu kurang telitinya dalam melihat skala pada buret, terutama melihat titik akhir titrasinya.
Secara teori volume yang didapatkan seharusnya mempunyai nilai yang sama baik secara mohr maupun secara Volhard. Perbedaan ini bias disebabkan oleh :
1.      Pentitrasian yang dihentikan sebelum atau sesudah titik akhir dicapai.
2.      Penambahan larutan (zat) yang kurang sesuai.
3.      Pemahaman yang kurang tentang ciri-ciri tercapainya titik akhir titrasi.
III.      KESIMPULAN & SARAN
1.1     Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
-            Pada umumnya titrasi argentometri dapat digunakan dengan 2 metoda dalam penentuan kenormalan khlorida yaitu dengan metoda Mohr dan Metoda Volhard.
-            Titrasi argentometri dengan metoda volhard menggunakan larutan standar AgNO3.
-            Titrasi argentometri dengan metoda volhard menggunakan larutan AgNO3 dan SCN- sebagai pentiter.
-            Titrasi dengan cara Mohr dilakukan secara langsung sedangkan titrasi secara Volhard dilakukan secara tidak langsung.
-            Titrasi secara Volhard harus dilakukan dalam suasana asam.
-             Metoda volhard menggunakan prinsip titrasi kembali (back titration).
-            % kesalahan pada metoda mohr yaitu 5%.
-            % kesalahan pada metoda volhard yaitu 75%.
1.2     Saran
Agar praktikum selanjutnya memperoleh hasil yang lebih baik maka disarankan :
-            Berhati-hati dalam mengukur volume zat, sangat diperlukan ketelitian.
-            Gunakan masker jika mengambil zat pada lemari asam.
-            Teliti dalam titrasi dan mengamati perubahan warna yang terjadi.
-            Teliti dalam mengamati titik akhir titrasi agar memperoleh kesalahan titrasi yang kecil.
-            Lebih memahami prosedur dan prinsip kerja sebelum memulai percobaan ini.
-            Teliti dalam menambahkan larutan atau zat dan indicator

-            Teliti dalam melakukan proses penyaringan usahakan tidak ada endapan yang ikut larut dalam filtrat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar